Total Pageviews

Monday, August 29, 2011

Manajemen Permodalan Bank Syariah
Pendahuluan
Bank Syari’ah merupakan lembaga keuangan syari’ah, yang berorientasi pada laba (profit). Laba bukan hanya untuk kepentingan pemilik atau pendiri , tetapi juga sangat penting untuk pengembangan usaha Bank Syari’ah. Laba Bank Syari’ah terutama diperoleh dari selisih antara pendapatan atas penanaman dana dan biaya-biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Untuk dapat memperoleh hasil yang optimal, Bank Syari’ah dituntut untuk melakukan pengolahan dananya secara efektif dan efisien, baik atas dana-dana yang dikumpulkan dari masyarakat (dana pihak ketiga), serta dana modal pemilik/pendiri Bank Syari’ah maupun atas pemanfaatan atau penanaman dana tersebut.
Di dalam bab ini akan diuraikan pola dalam manjemen dana bank Syari’ah. Ada beberapa perbedaan pola manajemen dana antara bank konvensional dengan bank syari’ah. Perbedaan tersebut dapat ditemukan dalam uraian-uraian topik bab ini. Babi ini ditulis dengan harapan, mampu memberikan rambu-rambu dalam manajemen dana bank syari’ah secara baik. Minimal dapat memenuhi tingkat liquiditas, rentabilitas dan solvabilitas yang baik,
Topik-topik yang dibahas dalam bab ini meliputi : manajemen permodalan bank syari’ah, fungsi modal bank, sumber-sumber permodalan bank, sumber permodalan bank syariah, kecukupan modal bank syariah, penerapan CAR untuk perbankan di Indonesia, aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR) bank syari’ah, kualitas aktiva produktif (KAP).
Manajemen Permodalan Bank Syari’ah
Bank pada umumnya dan bank syari’ah pada khususnya adalah lembaga yang didirikan dengan orientasi laba. Untuk mendirikan lembaga demikian ini perlu didukung dengan aspek permodalan yang kuat. Kekuatan aspek permodalan ini dimungkinkan terbangunnya kondisi bank yang dipercaya oleh masyarakat. Sebagaimana diketahui bersama, bank adalah lembaga kepercayaan. Sehubungan dengan persoalan kepercayaan terhadap bank tersebut, maka manajemen harus menggunakan semua perangkat operasional untuk mampu menjaga kepercayaan masyarakat itu. Salah satu perangkat yang sangat strategis dalam menopang kepercayaan itu adalah permodalan yang cukup memadai. Modal merupakan factor yang amat penting bagi perkembangan dan kemajuan bank sekaligus menjaga kepercayaan masyarkat. Setiap penciptaan, aktiva disamping berpotensi menghasilkan keuntungan juga berpotensi menimbulkan terjadinya resiko. Oleh karena itu modal juga harus dapat digunakan untuk menjaga kemungkinan terjadinya resiko kerugian atas investasi pada aktiva, terutama yang bersal dari dana-dana pihak ke tiga, atau masyarkat . Peningkatan peran aktiva sebagai penghasil keuntungan harus secara simultan dibarengi dengan pertimbangan resiko yang mungkin timbul guna melindungi kepentingan para pemilik dana.
Menurut Zainul Arifin secara tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Berdasarkan nilai buku, modal didefinisikan sebagai kekayaan bersih (networth) yaitu selisih antara nilai buku dari aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities). Pada suatu bank, sumber perolehan modal bank dapat diperoleh dari beberapa sumber. Pada awal pendirian, modal bank diperoleh dari para pendiri dan para pemegang saham. Pemegang saham menempatkan modalnya pada bank dengan harapan memperoleh hasil keuntungan dimasa yang akan datang.
Sumber modal dari pemegang saham tersebut juga berpengaruh pada posisinya di dalam neraca. Di dalam neraca, sumber modal terlihat pada sisi pasiva bank, yaitu rekening modal dan cadangan. Rekening modal berasal dari setoran para pemegang saham, sedangkan rekening cadangan adalah bersal dari bagian keuntungan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham, yang digunakan untuk keperluan tertentu, misalnya untuk perluasan usaha dan untuk menjaga likuiditas karena adanya kredit-kredit yang diragukan atau menjerumus kepada macet.
Fungsi Modal Bank
Bank sebagai unit bisnis membutuhkan darah bisnis, yaitu bebrbentuk modal. Dengan kata lain, modal bank adalah aspek penting bagi suatu bisnis bank. Sebab beroperasi tidaknya atau dipercaya tidaknya suatu bank. Salah satunya sangat dipengaruhi oleh kondisi kecukupan modalnya. Menurut Johnson, modal bank memiliki tiga fungsi. Lebih lanjut mereka menjelaskan sebagai berikut :
Pertama, sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainnya. Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para dosen.
Kedua, sebagai dasar bagi penetapan batas maksimum pemberian kredit. Hal ini adalah merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk membatasi jumlah pemberian kredit kepada setiap individu nasabah bank. Melalui pembatasan ini bank sentral memaksa bank untuk melakukan diversifikasi kredit mereka agar dapat melindungi diri terhadap kegagalan kredit dari satu individu debitur.
Ketiga, modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relative untuk menghasilkan keuntungan. Tingkat keuntungan bagi para investor diperkirakan dengan membandingkan keuntungan bersih dengan ekuitas. Para partisipan pasar membandingkan return on investment di antara bank-bank yang ada.
Sementara itu, Brenton C. Leavitt, staff Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika, dalam kaitannya dengan fungsi dari modal bank, menekankan ada empat hal yaitu :
1.      Untuk melindungi deposan yang tidak diasuransikan, pada saat bank dalam keadaan insolvable dan likuidasi.
2.      Untuk menyerap kerugian yang tidak diharapkan guna menjaga kepercayaan masyarakat bahwa bank dapat terus beroperasi.
3.      Untuk memperoleh sarana fisik dan kebutuhan dasar lainnya yang diperlukan untuk menawarkan pelayanan bank.
4.      Sebagai alat pelaksanaan peraturan pengendalian ekspansi aktiva yang tidak tepat.
Melihat fungsi modal pada suatu bank yang disampaikan diatas menunjukkan, bahwa kedudukan modal merupakan hal penting yang harus dipenuhi terutama oleh pendiri bank dan para manajemen bank selama beroperasinya bank tersebut.
Sumber-sumber Permodalan Bank
Sebagaimana disinggung di atas, untuk mendapatkan modal bank dapat diperoleh dari berbagai sumber. Modal bank menurut George H Hempel, dkk. Dibagi dalam tiga bentuk utama yaitu pinjaman subordinasi, saham preferen dan saham biasa.. Beberapa jenis pinjaman subordinasi dan saham preferen dapat dikonversikan ,menjadi saham biasa, dan saham biasa dapat dikembangkan, baik secara eksternal maupun internal.
Menurut Hempel sumber-sumber tersebut dijelaskan sebagai berikut: Pinjaman Subordinasi terdiri dari semua bentuk kewajiban berbunga yang dibayar kembali dalam jumlah yang pasti (fixed) dalam jangka waktu tertentu. Bentuk pinjaman subordinai bervasriasi dari capital notes sampai debiture dengan jangka waktu yang lebih panjang. Surat hutang dalam jumlah kecil dapat diterbitkan dan dijual langsung kepada nasabah bank. Capital Notes lain dan beberapa debenture kecil dapat diterbitkan dan dijual kepada bank koresponden. Debenture dalam jumlah besar dengan jangka waktu yang lebih panjang ditempatkan secara private atau daoat dijual melalui investment bank kepada masyarakat (Lembaga keuangan seperti Asuransi, dana Pensiun).
Peratanyaan yang muncul berkenaan dengan persoalan modal adalah bagaiman menentukan suber-sumber modal bank tersebut dilakukan secara tepat? Penentuan sumber-sumber permodalan bank yang tepat adalah didasarkan atas beberapa fungsi penting yang dapat diperani oleh modal bank. Misalnya, bila modal harus berfungsi menyediakna proteksi terhadapa kegagalan bank, maka sumber yang paling tepat adalah modal ekuitas (equity capital). Modal ekuitas merupakan penyangga untk menyerap kerugian da kecukupan penyangga itu adalah kritikal bagi solvabilitas bank. Oleh karena itu bila kerugian bank melebihi net worth maka likuidits harus terjadi. Bila modal itu disediakan untuk memberikan proteksi terhadap kepentingan para deposan, maka pinjaman subordinasi dan debentures juga berfungsi seperti equity capital. Bila  kerugian melebihi modal ekuitas maka bank harus dilikuiditasi, tetapi dana yang dipasok oleh pemberi modal pinjaman dan pemilik debentures harus menjadi penyangga untuk melindungi kepentingan para deposan. Jadi modal pinjaman tidak secara langsung melindungi kegagalan atau kerugian bank.
Sumber Permodalan Bank Syariah
Pengkategorian modal pinjaman sebagai salah satu sumber permodalan bank seperti diuraikan di atas adalah konsensus yang dianut oleh perbankan kovensional. Dalam pandangan syariah, modal pinjaman (subordinated loan) itu termasuk dalam kategori qard, yaitu pinjaman harta yang dapat diminta kembali. Dalam literatur fiqh Salaf Ash Shalih, qard dikategorikan dalam aqad tathawwu’ atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.
 Pemberi pinjaman tidak boleh meminta imbalan atas pemberian pinjaman tersebut, karena setiap pemberian pinjaman yang disertai dengan permintaan imbalan termasuk kategori riba. Penerima pinjaman wajib menjamin pengembalian pinjaman tersebut pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu qard mempunyai derajat preferensi yang tinggi, setara dengan kewajiban atau hutang lainnya. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka tidak beralasan bagi qard untuk ikut menanggung resiko atau memberikan proteksi terhadap kegagalan atau kerugian bank ataupun memberikan proteksi terhadap kepentingan deposan. Dengan demikian pinjaman subordinasi tidak dapat dipertimbangkan untuk diperhitungkan sebagai modal bagi bank syariah.
Sebagaimana diuraikan pada tulisan sebelumnya, sumber utama modal bank syariah adalah modal inti (core capital) dan kuasi ekuitas. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan. Sedangkan kuasi ekuitas adalah dana-dana yang tercatat dalam rekening-rekening bagi hasil (mudharabah). Modal inti inilah yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap kegagalan atau kerugian bank dan melindungi kepentingan para pemegang rekening titipan (wadi’ah) atau pinjaman (qard), terutama atas aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan dana-dana wadi’ah atau qard.
Sebenarnya dana-dana rekening bagi hasil (mudharabah) dapat juga dikategorikan sebagai modal, yang oleh karenanya disebut kuasi ekuitas. Namun demikian rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang dibiayai oleh dana dari rekening bagi hasil itu sendiri. Selain itu, pemilik rekening bagi hasil dapat menolak untuk menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya, apabila terbukti bahwa resiko tersebut timbul akibat salah urus (mis management), kalalaian atau kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank selaku mudharib. Dengan demikian sumber dana ini tidak dapat sepenuhnya berperan dalam fungsi permodalan bank sebagaimana diuraikan di dalam bab ini. Namun demikian tetap merupakan unsur yang dapat diperhitungkan dalam pengukuran ratio kecukupan modal yang akan diuraikan di bawah ini.
Kecukupan Modal Bank
Tingkat kecukupan modal bank dinyatakan dengan suatu ratio tertentu yang disebut ratio kecukupan modal atau capital edequasy ratio (CAR). Tingkat kecukupan modal ini dapat diukur dengan cara (1) membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga dan (2) membandingkan modal dengan aktiva beresiko.
1.       Membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga
Dilihat dari sudut perlindungan kepentingan para deposan, perbandingan antara modal dengan pos-pos pasiva merupakan petunjuk tentang tingkat keamanan simpanan masyarakat pada bank. Perhitungannya merupakan ratio modal dikaitkan dengan simpanan pihak ketiga (giro, deposito dan tabungan) sebagai berikut :Modal dan cadangan
————————— = 10 %
Giro + Deposito + tabungan
Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa ratio modal atas simpanan cukup dengan 10 % dan dengan ratio itu permodalan bank dianggap sehat.
Ratio antara modal dan simpanan masyarakat harus dipadukan dengan memperhitungkan aktiva yang mengandung resiko. Oleh karena itu modal harus dilengkapi oleh berbagai cadangan sebagai penyangga modal, sehingga secara umum modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.
2.       Membandingkan modal dengan aktiva beresiko.
Ukuran kedua inilah yang dewasa ini menjadi kesepakatan BIS (bank for International Settlements) yaitu organisasi bank sentral dari negara-megara maju yang disponsori oleh Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Eropah Barat dan Jepang. Kesepakatan tentang ketentuan permodalan itu dicapai pada tahun 1988, dengan menetapkan CAR, yaitu ratio minimum yang mendasarkan kepada perbandingan antara modal dengan aktiva beresiko.
Kesepakatan ini dilatar-belakangi oleh hasil pengamatan para ahli perbankan negara-negara maju, termasuk para pakar IMF dan World Bank, tentang adanya ketimpangan struktur dan sistem perbankan internasional. Hal ini didukung oleh beberapa indikasi sebagai berikut :
·   Krisis pinjaman negara-negara Amerika Latin telah mengganggu kelancaran arus peredaran uang internasional.
·   Persaingan yang dianggap unfair antara bank-bank Jepang dengan bank-bank Amerika dan Eropah di Pasar Uang Internasional. Bank-bank Jepang memberikan pinjaman amat lunak (bunga rendah) karena ketentuan CAR di negara itu amat lunak, yaitu antara 2 sampai 3 persen saja.
· Terganggunya situasi pinjaman internasional yang berakibat terganggunya perdagangan internasional.
Berdasarkan indikasi-indikasi itu lalu BIS menetapkan ketentuan perhitungan Capital Edequacy Ratio (CAR) yang harus diikuti oleh bank-bank di seluruh dunia sebagai aturan main dalam kompetisi yang fair di pasar keuangan global, yaitu ratio minimum 8% permodalan terhadap aktiva berisiko.
Penerapan CAR untuk Perbankan Indonesia
a. Pengertian modal
Modal dibagi ke dalam modal inti dan modal pelengkap
Modal inti terdiri dari :
1.  Modal Setor, yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemilik. Bagi Bank milik koperasi modal setor terdiri dari simpanan pokok dan simpana wajib para anggotanya.
2.  Agio saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham.
3.  Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga (apabila saham tersebut dijual).
4.  Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan dengan persetujuan RUPS.
5.  Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu atas persetujuan RUPS.
6.  Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang oleh RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan
7.  Laba tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang belum ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Jumlah laba tahun lalu hanya diperhitungkan sebesar 50 % sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi harus dikurangkan terhadap modal inti
8.  Laba tahun berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun berjalan.
- Laba ini diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti.
- Bila tahun berjalan rugi, harus dikurangkan terhadap modal inti.
(9) Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan, yaitu modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan dengan penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut.
Bila dalam pembukuan bank terdapat goodwill, maka jumlah modal inti harus dikurangkan dengan nilai goodwill tersebut. Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkategorian unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsp-prinsp syariah.
Modal pelengkap (tier 2)
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa :
·                       Cadangan revaluasi aktiva tetap
·                       Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifkaskan
·                       Modal pinjaman yang mempunyai ciri-ciri :
a. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh
b. Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI
c. Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian bank
d. Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi
·                       Pinjaman subordinasi yang memenuhi syarat-syarat sbb:
a. Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan bank
b. Mendapat persetujuan dari BI
c. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan
d. Minimal berjangka waktu 5 tahun
e. Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI
f. Hak tagih dalam hal terjadi terjadi likuidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama dengan modal)
Modal pelengkap ini hanya dapat diperhitungkan sebagai modal setinggi-tingginya 100 % dari jumlah modal inti. Khusus menyangkut modal pinjaman dan pinjaman subordinasi, bank syariah tidak dapat mengkategorikannya sebagai modal, karena sebagaimana diuraikan di atas, pinjaman harus tunduk pada prinsip qard dan qard tidak boleh diberikan syarat-syarat seperti ciri-ciri atau syarat-syarat yang diharuskan dalam ketentuan tersebut.
b.  Tata-cara Perhitungan Kebutuhan modal minimum
Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Yang dimaksud dengan aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga. Terhadap masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung dalam aktiva itu sendiri atau yang didasarkan atas penggolongan nasabah, penjamin atau sifat barang jaminan.
ATMR aktiva neraca diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal items neraca tersebut dengan bobot risiko. Misalnya kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar Rp.1 milyar dengan bobot risiko 50 % maka ATMR adalah Rp. 500 juta. ATMR aktiva administratif diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal dengan bobot risiko aktiva administratif tersebut. Midalnya Jaminan bank yang diberikan atas permintaan Pemda sebesar Rp.1 milyar dengan bobot risiko 20 % maka ATMR adalah Rp.200 juta. Setelah angka ATMR diperoleh maka kebutuhan modal minimum atau CAR bank sedikit-dikitnya adalah 8 % dari ATMR. Dengan membandingkan ratio modal dengan kewajiban penyediaaan modal minimum, maka akan diketahui apakah bank telah memenuhi ketentuan CAR atau tidak.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) bank syariah
Resiko atas modal berkaitan dengan dana yang diinvestasikan pada aktiva beresiko, baik yang beresiko rendah ataupun yang resikonya lebih tinggi dari yang lain. ATMR adalah faktor pembagi (denominator) dari CAR sedangkan modal adalah faktor yang dibagi (numerator) untuk mengukur kemampuan modal menanggung resiko atas aktiva tersebut.
Dalam menelaah ATMR pada bank syariah, terlebih dahulu harus dipertimbangkan , bahwa aktiva bank syari’ah dapat dibagi atas:
o  Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan/atau kewajiban atau hutang (wadi’ah atau qard dan sejenisnya) dan
o  Aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (Profit and loss Sharing Investment Account) yaitu mudharabah (baik General Investment Account/mudharabah mutlaqah yang tercatat pada neraca/on balance sheet maupun Restricted Investment Account/mudharabah muqayyadah yang dicatat pada rekening administratif/off balance sheet).
Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan kewajiban atau hutang, resikonya ditanggung oleh modal sendiri, sedangkan aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil, resikonya ditanggung oleh dana rekening bagi hasil itu sendiri. Namun demikian, sebagaimana telah diuraikan di atas, pemilik rekening bagi hasil dapat menolak untuk menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya, apabila terbukti bahwa resiko tersebut timbul akibat salah urus (mis management), kalalaian atau kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank selaku mudharib. Oleh karenanya tetap ada potensi resiko, (katakanlah dengan probability 50 %), yang harus ditanggung oleh modal bank sendiri. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa atas aktiva ini harus pula dibentuk PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif).
Berdasarkan pembagian jenis aktiva tersebut di atas, maka pada prinsipnya bobot resiko bank syari’ah atas :
1. Aktiva yang dibiaya oleh modal bank sendiri dan / atau dana pinjaman (wadi’ah, card dan sejenisnya) adalah 100 %.
2. Aktiva yang dibiaya oleh pemegang rekening bagi hasil (baik general ataupun restricted investment account) adalah 50 %
Penggolongan lebih lanjut (berdasarkan rating pihak-pihak yang dibiayai / pengelola dana investasi atau penjaminnya) dapat mengkuti ketentuan Bank Indonesia ataupun Busle commitee yang ada.

Saturday, August 20, 2011


MANAJEMEN  INVESTASI DI BANK
SYARI’AH
A.    PENDAHULUAN
Dalam rangka mendapatkan hasil dari penempatan bank, pada bank konvensional berlaku kaidah maksimalisasi profit, sebab hubungan bank dengan nasabah karena pertimbangan komersil semata. Tepatnya bank berfungsi sebagai “penjual” dana, dengan “pembeli” dana. Dalam hukum jual beli secara umum penjual akan berusaha memperoleh harga yang setinggi tinginya dan pembeli sebaliknya, namun disini posisi bank akan leih kuat dibandingkan dengan nasabah, jadi wajar bila nasabah lebih banyak mengikuti keputusan perbankan. 
Pada perbankan syari’ah hubungan antara bank dengan nasabah dana adalah sebagai “fund manager” sedangkan hubunganya dengan pengguna dana didasari pada “semangat kemitraan”. Berdasarkan macam/sifat inilah, diperbankan syari’ah tidak diarahkan untuk pencapaian maksimalisasi profit secara sepihak bagi bank. Dengan demikian, dalam kaitannya bagi hasil, lebih condong pada pencapaian harmoni antara bank dengan nasabahnya, baik bank dengan nasabah pengguna bank dan bank dengan nasabah pemilik dana.
Meskipun begitu, bank syari’ah adalah unit usaha bisnis, dalam rangka melaksanakan amanat pemilik dana, tetap berusaha mencari proyek/bidang usaha yang profitable  tanpa perlu melakukan eksplotasi pada patner kerjanya.
B.     PEMBAHASAN
a.      Pentingya Manajemen Investasi
Ditinjau dari mekanisme investasi pada dunia usaha maupun perbankan, kata “investasi” berarti komitmen dana saat ini dengan tujuan mendapatkan keuntungan dimasa depan dengan menanamkan modal pada proyek/bidang yang strategis dalam jangka waktu tertentu (jangka panjang). Disini yang dimaksud dengan manajemen investasi adalah proses perencanaan, pengimplementasian, serta pengawasan dana investor baik secara personal maupun institusional.
Malakukan manajemen investasi yang baik dan teratur pada perbankan baik konvensional maupun syari’ah sagat penting karena ;
-          Menyangkut dana yang sangat besar
-          Menyangkut jangka waktu pengambilan modal
-          Menyangkut keuntungan masa depan
-          Menyangkut keputusan kedepan
Disini sebelum nenentukan kebijakan investasi, bank syari’ah harus mempertimbangkan factor factor sebagi berikut :
1.      Aspek Rentabilitas
Bank syari’ah sebagai pemegang amanah investor berfungsi sebagai fund manager. Sebagai fund manager yang baik, tentu akan memilih proyek/bidang/sector usaha yang menguntungkan.
2.      Aspek Likuiditas
Dalam penempatan dana guna memperoleh hasil, bank juga tidak melupakan kepentingan pemilik dana, sehingga dalam pelemparan dana, tetap disediakan dana segar yang diperkirakan dibutuhkan nasabah kapan saja.
3.      Spreding Risk
Setiap penempatan dana, meski rendable, tetap mengandung resiko bisnis. Karenanya, resiko resiko kegagalan yang mungkin timbul ini harus bisa diperhatikan sehingga bisa di antisipasi dan tetap terkendali.
4.      Skala Prioritas
a.       Prioritas utama adalah sector yang mengahasilkan keuntungan terbesar dengan resiko terkecil, misalnya:
-          Transaksi kelompok jual beli
Kecilnya resiko pembiayaan kelompok ini dikarenakan tersedianya agunan pokok, dan jika pembiayaan tersebut mengalami resiko terburuk, maka agunan tersebut dapat ditarik bank, hingga bank masih untung atau meminimalkan kerugian.
-          Transaksi bagi hasil kelompok pembiayaan musyarakah
Hal ini karena jika terjadi kerugian maka jumlah kerugian bisa ditanggung bersama natara bank dan nasabah.
-          Transaksi ijarah
Adanya kemungkinan ketidaksanggupan nasabah meneruskan akad, maka barang yang disewakan dapat ditarik sewaktu waktu dan dialihkan pada nasabah lainnya ataupun dijual.
-          Dll.
b.      Kebijakan pemerintahOtoriter Moneter
Yakni pemiayaan dalam rangka pelaksanaan program program pemerintah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
b.      perumusan Kebijakan Investasi

 Hal hal yang perlu diperhatikan bank syari’ah dalam merumuskan kebijakan investasinya adalah sebagai berikut:
1.      Penetapan jenis pembiayaan
Misalnya jenis pembiayaan yang akan dibiayai dalam bentuk:
-          Murabahah
-          Mudharabah
-          SWBI
-          Penempatan pada bank lain
-          Musyarakah
-          Istishna’
-          Dll.
2.      Penepatan sector pembiayaan
Harus mempertimbangkan
-          Jenis nasabah
-          Sector ekonomi
-          Jangka waktu
-          Kebijakan pemerintah-UKM
-          Dll
3.      Alokasi dana
Pengalokasian dana untuk investasi dapat dilakukan dengan pola sebagai berikut:
a.       Pool of fund
1.      Sumber dana
-          Berakad wadiah
-          Berakad Mudharabah Mutlaqoh
2.      Distribusi
-            Non earning assets
-            Earning assets
b.      Channeling
Untuk sumber dana berakad Mudharabah Mugayadah ataupun sebagai pelaksana program pemerintah.
C.    Administrasi dan Proses Pembiayaan
            Prinsip penyediaan suatu pembiayaan didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh nasabah. Agar permohonan dimasud dapat seger ditindaklanjuti, diadakan pemeriksaan terleuh dahulu mengenai kelengkapannya, baik perijinann, laporan keuangan, serta lampiran/kelengkapan lainnya.
Dalam mengevaluasi permohonan tersebut perbankan syari’ah harus mempertimbangkan hal hal berikut:
1.      Diproses oleh tim penilai-koite pembiayaan
2.      Didsarkan pada factor 5 C
3.      Analisis berdasarkan data yang lengkap, jujur, dan obyektif
4.      Layanan cepat, agar realisasi pembiayaan “on time”
5.      Utamakan kepentingan lembaga dan hindari “vested interest” pribadi penilai
Disamping prosesi prosesi diatas perbankan dalam usaha meraih keuntungan juga harus memperhatikankolektabilitas investasinya, yaitu;
1.      Penentuan kualitas investasi
-          Prospek usaha
-          Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas nasabah
-          Kemampuan membayar
2.      Penilaian
Kualitas aktiva produktif wajib dinilai secara bulanan
3.      Dokumentasi
Penanaman dana bank syari’ah dalam bentuk aktiva produktif wajib didukung dengan dokumentasi yang lengkap.
            Kualitas pembiayaan
1.      Tingkatan kualitas
1)      Lancar
2)      Kurang lancar
3)      Diragukan
4)      Macet
2.      Dasar penetapan kualitas
1)      Keteapan angsuran pokok atau
2)      Pencapaian antara realisasi pendapatan (RP) dan proyeksi pendapatan (PP)
                         RP
                 K=  -----  X 100%
                         PP
Keterangan
K   : Kualitas pembiayaan
RP : Realisasi pendapatan yang diterima Bank Syari’ah
PP  : perkiraan pendapatan yang akan diterima Bank
    d. Tingkatan Kualitas Pada Sektor Sektor investasi
             1.  kualitas piutang dapat dikategorikan sebagai berikut :
1.      Lancar
2.      Dalam perhatian khusus
3.      Kurang lancar
4.      Diragukan
5.      Macet
       2.   kualiatas qard dapat dikategorikan sebagai berikut:
1.      Lancar
2.      Dalam perhatian khusus
3.      Kurang lancar
4.      Diragukan
5.      macet 

  3.  kualitas surat berharga syari’ah 
1.      Lancar
Surat surat berharga yag termasuk dalam kategori ini adalah:
-          Surat utang pemerintah
-          Surat berharga pasar uang syari’ah yang belum jatuh tempo
-          Surat berharga komersil lainnya yang sesuai dengan prinsip syari’ah dan belum jatuh tempo.
-          Obligasi syari’ah yang tercatat dalam pasar modal
-          Sertifikat reksadana syari’ah
-          Dll

2.      Macet
Apabila tidak memenuhi kretiria sebagai dalam diatas
             
             4.  Penyertaan modal dapat dikategorikan sebagai berikut:
1.      Lancar
Apabilabelum melebihi jangka waktu 1 tahun
2.      Kurang lancar
Jika jangka waktu melebihi 1 tahun namun belum melebihi 4 tahun
3.      Diragukan
Jika jangka waktu melebihi 4 tahun namun kurang dari 5 tahun
4.      Macet
Jika penyertaan modal sementara belum dapat ditarik kembali meskipun perusahaan nasabah telah memiliki laba kumulatif.
                  5.  SWBI
                      SWBI yang dimiliki bank dapat dikateorikan sebagai kategori lancar 
Dengan mengetahui tingkatan kualitas masin masing obyek investasi serta prospek dimasa depan maka tingkat keuntungan perbankan di masa yang akan datang dapat di maksimalkan dan mampu menimalkan tingkat resiko yang mungkin timbul guna kemaslahatan baik bagi perbankan dan juga nasabah nasabahnya.    
C.    KESIMPULAN
Bank syari’ah selain sebagai sebagai instansi yang diharapkan menjadi solusi akan sumber dana yang sesuai dengan prinsip Islam dan juga untuk mencapai suasana harmoni bagi pihak yang surplus dan minus dana, tapi tak dapat dipungkiri bahwa ia adalah unit usaha dibidang jasa untuk mencari keuntungan, dan sebagai manager fund yang baik ia harus bisa menginvestasikan dana nasabah sebaik mungkin dan sesuai dengan prinsip dan norma syari’ah maka dengan perumusan kebijakan, proses yang sistematis, dan dengan penggunaan sector yang terukur dan berkualitas tinggi diharapkan perbankan syariah dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal di masa yang akan datang demi kemajuan umat Islam secara global.